Peran Penting Orang Tua Terhadap Pengaruh Penyimpangan LGBT di Lingkungan Kampus

lgbt dan orang tua

Modernis.co, Jakarta – Homoseksual merupakan perilaku seks yang memiliki ketertarikan kepada sesama. Sedangkan biseksual merupakan individu yang menyalurkan orientasi seksualnya kepada dua jenis kelamin. Transgender merupakan akronim terakhir dari LGBT yang memiliki pengertian, yaitu sekelompok orang yang memiliki masalah identitas gender. 

Fenomena LGBT menjadi isu ramai yang diperbincangkan masyarakat Indonesia dengan maraknya perilaku LGBT yang mulai berani mem-publikasi identitasnya di media sosial. Maraknya fenomena LGBT menjadi keresahan sosial di Indonesia. Fenomena LGBT ini tentunya bertentangan dan melanggar norma agama dan sosial di Indonesia. LGBT dapat tumbuh di mana saja mengingat faktor sosial merupakan salah satu penyebab LGBT.

Lingkungan kampus harus di waspadai oleh pihak orang tua, karena tidak menutup kemungkinan lingkungan kampus menjadi faktor penyebab perilaku LGBT pada sang anak. Kelompok yang rentan terhadap fenomena LGBT adalah para remaja, hal ini penting untuk disikapi oleh orang tua. Perkembangan teknologi dari era digital sekarang sudah menjadi potensi untuk menularkan  budaya-budaya barat yang berkaitan dengan LGBT.

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah agar para orang tua dari mahasiswa dapat mengetahui dampak dan bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku LGBT, maka dari itu di harapkan orang tua dapat memberikan pendidikan seks, membantu pembentukan diri anak dengan konsep yang sehat dan membangun lingkungan keluarga yang sehat sebagai bentuk pencegahan LGBT di lingkungan kampus.

Fokus penulisan karya tulis ilmiah ini ditunjukkan kepada para orang tua dari mahasiswa. Hasil penulisan karya ilmiah menyatakan bahwa kecenderungan anak untuk terlibat dalam perilaku LGBT dipengaruhi oleh dorongan nafsu yang menyimpang, kelalaian keluarga, pergaulan dan lingkungan, dan akhlak serta pengetahuan agama yang lemah.

Menurut teori Maslow (dalam Kemur dkk, 2019: 35) mengatakan bahwa kebutuhan seksual dalam fisiologis merupakan kebutuhan dasar manusia selain makan dan minum. Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan, tingkatan pertama ada kebutuhan fisiologis diikuti secara berturut-turut berupa kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan yang paling tinggi kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan dasar manusia berupa kebutuhan fisiologi yang harus dipenuhi secara berjenjang.

Ketika individu mulai memasuki usia remaja, secara alami mempunyai kebutuhan baru berupa kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual yang tidak disalurkan secara tepat akan menjadi kesalahan yang fatal bagi individu tersebut. Tidak tercapainya kebutuhan seksual pada individu dapat menjerumuskan ke dalam hal negatif seperti seks bebas dan penyimpangan seksual.

Perkembangan kehidupan sosial banyak mempengaruhi tabiat kehidupan masyarakat di sekitar. Menurut Syarifudin, (2022) mengatakan bahwa perubahan perilaku memiliki dampak positif dan dampak negatif. perubahan perilaku berdampak pula pada perubahan gaya hidup, budaya dan yang lainya.

Saat ini perkembangan LGBT selalu meningkat setiap tahunnya. Perkembangan LGBT semakin bertambah per-tahun dengan pelaku LGBT yang berusia 15 sampai 28 tahun. Laki – laki dan perempuan pada usia remaja sampai dewasa memiliki kesanggupan dalam menyukai sesama jenis (Annisa & Indrawadi, 2020).

Beberapa lembaga survei independen dalam dan luar negeri mengatakan bahwa di Indonesia ada sekitar 3% penderita LGBT dari seluruh total penduduknya (Harahap dalam Fadholi dkk, 2022). Informasi tersebut memberikan respons pro dan kontra dari berbagai kalangan. Bagi yang setuju dengan kaum LGBT mengharapkan bahwa perilaku LGBT dihargai dan diberikan hak yang sama seperti manusia normal yang memiliki akses politik, ekonomi dan di semua bidang lainya.

Bagi yang kontra dengan perilaku LGBT akan memandang perilaku ini menyimpang, menyebabkan kerusakan tatanan sosial yang mengarah kepada terjadinya penurunan bahkan kepunahan generasi manusia. Menurut Dr. Yudiyanto, (dalam  Fadholi dkk, 2022) mengatakan bahwa LGBT merupakan abnormalitas mental yang memerlukan terapi dampingan dalam penyembuhannya.

Latar belakang tersebut menunjukkan bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini membahas hal yang terkait dengan faktor pemicu LGBT, peran orang tua dalam pencegahan LGBT, dampak positif dan negatif LGBT dan cara penanganan pada penderita LGBT.

Menurut Pasilaputra, (dalam Fadholi dkk, 2022) mengatakan bahwa kebanyakan orang tua di Indonesia masih banyak yang memiliki anggapan pendidikan seksualitas adalah hal yang nahi, hal tersebut seharusnya tidak dilakukan oleh orang tua. Orang tua harus sadar bahwasanya pendidikan seksualitas itu merupakan hal krusial yang harus diberikan orang tua kepada anak mereka. Pendidikan seksualitas harus dimulai dari orang tua, karena orang tua merupakan orang terdekat bagi anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Craig et al, (2015) dalam jurnal Media: A Catalyst for Resilience in Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, and Queer Youth (dalam Giri, 2019) mengatakan bahwa kaum LGBT sering kali mendapatkan kekerasan dari sosial masyarakat, sehingga terkena permasalahan mental, depresi, dan kecemasan yang dapat mempengaruhi perilaku seksualnya. Diperlukannya peran orang tua untuk mengatasi permasalahan psikologi yang disebabkan stigmatisasi masyarakat terhadap anak mereka.

Untuk menghindari situasi yang tidak aman atau berisiko tinggi orang tua perlu berbicara kepada anak remaja mereka secara perlahan dan mengingatkan bahwa perilaku yang dilakukan menyimpang dari norma. Sumber informasi dan banyak organisasi yang dapat membantu memperoleh pengetahuan dalam proses pemulihan perilaku anak mereka. Orang tua harus turut serta dalam proses pemulihan anak mereka dengan cara meyakinkan bahwa bisa untuk melewatinya.

Penjabaran Mengenai Faktor Pemicu LGBT

Menurut Pendekatan Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir irasional yang didapatkan melalui belajar sosial (Ikhsan & Riswanto, 2022). Manusia akan berpikir tindakan irasional yang dilakukan merupakan tindakan rasional, karena tindakan tersebut di sukai dan membuat manusia tersebut mendapatkan euforia.

Banyak dari penderita LGBT berpikir bahwa tindakan yang mereka ambil merupakan tindakan yang benar dan sah. Pelaku LGBT menganggap bahwa diri mereka sama dengan individu yang heterosexsual. Banyak individu yang tidak sadar bahwa mereka terjerumus ke dalam perilaku menyimpang seperti LGBT dan tidak berupaya untuk mencegahnya.

Secara alami manusia memiliki satu kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu kebutuhan akan biologis mereka. Menurut Ikhsan & Riswanto (2022: 109) mengatakan bahwa Dorongan nafsu yang menyimpang dari individu dapat menyebabkan individu masuk ke dalam perilaku LGBT. Dorongan nafsu didapatkan ketika individu merasakan kontak langsung melalui indra mereka seperti telinga, kulit, dan mata.

Menurut Aryanti, (2019: 160) mengatakan bahwa ketika seseorang melihat, mendengar, dan tersentuh oleh sesuatu yang berkaitan dengan seks, seperti tayangan pornografi, mendengar aktivitas seks, dan sentuhan kulit akibat aktivitas seks dapat menyebabkan terjadinya rangsangan seks.

Selain dari faktor dorongan nafsu yang menyimpang timbulnya LGBT dapat di picu oleh 3 faktor, yaitu kelalaian keluarga, pergaulan dan lingkungan,  akhlak dan pengetahuan agama yang lemah (Musti’ah dalam Ikhsan & Riswanto, 2022: 110). Dukungan keluarga diperlukan supaya anak tidak terjerumus ke dalam tindakan yang salah. Pergaulan dan lingkungan merupakan lingkup sosial yang di dapatkan individu dalam kehidupannya.

Ketika individu tidak dapat memilih dan memilah teman pergaulannya, hal ini akan berpotensi individu terjerumus ke dalam hal negatif, seperti penyimpangan seksual. Pengetahuan agama yang kurang juga dapat memicu individu untuk terjerumus ke dalam perilaku LGBT. Perilaku LGBT bertentangan dengan Pancasila khususnya sila pertama dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 29 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Yanuarti, 2019).

Penjabaran Peran Orang Tua dalam Pencegahan LGBT

Peran orang tua merupakan langkah awal dalam mencegah perilaku LGBT pada anak mereka. Pembelajaran dan pemberian informasi mengenai edukasi seks harus diberikan kepada anak, bahkah sebelum anak itu mengetahui bagaimana carannya membaca (Sukmawati dan Pratiwi, 2020). Ada tiga hal yang dapat dilakukan orang tua guna mencegah penyimpangan LGBT pada anak (Sukmawati dan Pratiwi, 2020). Tiga hal tersebut adalah:

(1). Pembentukan Diri Anak dengan Konsep yang Sehat

Dalam salah satu buku George Gilder pernah menuliskan beberapa tahun lalu bahwa “ada banyak laki-laki yang salah arah atau keliru yang berpotensi terjerumus dalam homoseksual atau penyimpangan seksual. Penyebab tersebut sering muncul karena rendah dalam menilai diri sendiri, seperti kegagalan dalam cinta atau dunia karier yang membuat banyak lelaki putus asa dan berpikir bahwa tidak mampu membangun hubungan yang baik dengan wanita.”

Tidak percayanya seseorang kepada diri mereka sendiri membuat individu tersebut enggan jika berdekatan dengan lawan jenis mereka. Hal ini mungkin juga hampir sama dengan yang dialami oleh perempuan. Seseorang yang mempunyai konsep diri yang rendah memiliki potensi untuk terjerumus ke dalam penyimpangan seksual.

(2). Membekali Anak dengan Pengetahuan Seksualitas yang Benar

Pembekalan pengetahuan seksualitas yang diberikan orang tua kepada anak merupakan hal dasar dalam pencegahan perilaku LGBT. Pengetahuan seksualitas merupakan pengetahuan yang berisi informasi mengenai alasan adanya transfigurasi dalam tubuh manusia dan cara menjaganya (Kurniawati dkk, 2020). Ketika anak mendapatkan pendidikan seks yang cukup dan benar, anak dapat menjaga organ reproduksinya dengan baik dan mendapatkan hal positif lainya.

Menurut WHO, (2013) dalam Kurniawati dkk, (2020) mengatakan bahwa indikasi anak memiliki pengetahuan seksualitas yang bagus pada umur 5-6 tahun ada tiga, yaitu : (1) Anak memiliki kemampuan menyebutkan fungsi dari bagian tubuhnya; (2) Anak mampu membedakan serta mengetahui mengenai organ intim laki-laki dan perempuan; (3) Anak bisa menjaga kebersihan organ intimnya secara mandiri.

Menurut Astuti, (2017) dalam Kurniawati dkk, (2020) mengatakan bahwa ada 4 pengetahuan seksualitas yang harus di berikan kepada anak usia dini, yaitu: (1) Memberikan pengetahuan mengenai perbedaan laki-laki dengan perempuan; (2) Memberikan pemahaman mengenai organ reproduksi dan fungsinya; (3) Memberikan ilmu mengenai cara merawat kesehatan organ intim mereka; dan (4) Mampu melindungi diri sendiri dari kekerasan seksual yang dialami di lingkungan sosial. Jika anak sudah fasih dalam melakukan 4 hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seksualitas yang dimiliki cukup baik.

Potensi anak untuk terjerumus ke dalam perilaku LGBT sangat kecil jika pembelajaran seksualitas diberikan secara benar dan tepat. Ketika anak mendapatkan pendidikan seksualitas yang benar, anak tersebut mempunyai perilaku seks yang benar juga. Pendidikan seksualitas tidak bisa diberikan secara sembarangan, orang tua harus tahu mengenai kebenaran dari ilmu seksualitas yang akan diberikan.

(3). Membangun Lingkungan Keluarga yang Sehat

Lingkungan keluarga yang tidak sehat seperti keluarga yang jarang berkomunikasi akan membuat anak melakukan tindakan di luar kemauan orang tuanya. Anak yang tidak dekat dengan orang tuanya akan dengan mudah melakukan tindakan penyimpangan LGBT dan tidak melibatkan orang tuanya ke dalam tindakan tersebut.

Orang tua yang memiliki hubungan hangat secara emosional kepada anaknya tidak akan membiarkan anaknya tumbuh menjadi seorang LGBT. Perilaku LGBT akan lebih sering muncul dari hubungan yang tidak di kehendaki orang tua. keluarga merupakan titik awal dari pencegahan LGBT yang harus di mulai (Sukmawati & Pratiwi, 2020).

Dampak Positif dan Negatif LGBT di Lingkungan Kampus

Dampak positif

Perilaku LGBT jelas menyimpang dari sudut pandang agama, sosial, dan hukum yang ada di Indonesia. perspektif hukum negara Indonesia memandang bahwa perilaku LGBT sebagai penyimpangan sosial yang bertentangan dengan norma dan nilai dalam masyarakat, sehingga perilaku tersebut dianggap suatu bentuk kejahatan dan tidak adanya dampak positif (Ali & Sahlepi 2021).

Dampak negatif

Dampak negatif dari perilaku LGBT di lingkungan kampus cukup banyak dan beragam, seperti mendapatkan perilaku diskriminasi dan pengucilan. Perlakuan diskriminatif seperti dihina, dijauhi, diancam, dan bahkan mengalami kekerasan secara fisik (Afiyah, 2023). Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses belajar mahasiswa di lingkungan kampus.

Selain itu mahasiswa yang memiliki perilaku LGBT tentunya memiliki berbagai dampak salah satunya, yaitu dampak Kesehatan (Afiyah, 2023). Dampak kesehatan yang didapatkan dari perilaku LGBT adalah mereka rentan terkena penyakit seks menular (PSM). Menurut Anisa & Indrawadi, (2020) mengatakan bahwa pelaku hubungan sesama jenis rentan terkena penyakit seks menular, lebih dari 70% pasangan sesama jenis telah terkena penyakit seks menular.

Penanganan Terhadap Penderita LGBT

Suatu permasalahan harus segera diselesaikan. Individu yang memiliki penyimpangan seksual harus ditangani dengan tepat, mengingat perilaku LGBT memiliki banyak dampak negatif. Jika langkah penanganan tidak segera diambil oleh penderita LGBT hal ini akan memutus generasi manusia dan mendapatkan dampak negatif lainya. pada proses penyembuhan LGBT, tidak semua individu mampu melakukannya sendiri.

pihak eksternal dapat membantu penderita LGBT seperti konselor yang mampu menemukan solusi bagi penderita yang mengalami penyimpangan seksual. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari alternatif yang didasarkan dengan pemahaman mendalam kepada diri individu. Konselor biasanya membuka praktik yang bergabung dengan profesi lainya, seperti psikiater dan psikolog.

Selain pihak eksternal seperti konselor yang dapat membantu LGBT untuk sembuh dari penyimpangannya, ada juga pihak lain yang harus membantu dan memberikan dukungan terhadap proses penyembuhan. Pihak eksternal lainya yang dimaksud di sini adalah pihak keluarga dan pihak lingkungan sosialnya. Mengingat perilaku LGBT juga dapat disebabkan oleh lingkungan sosial dan tindakan keluarga yang tidak tepat dalam mendidik anak mereka.

Niat dan tekad yang kuat juga merupakan bentuk usaha dari penyembuhan perilaku LGBT. Individu yang memiliki tekad besar untuk sembuh akan memiliki semangat yang tinggi dalam dirinya dan keyakinan bahwa mereka bisa untuk kembali normal. Pembekalan nilai-nilai religius juga membantu individu untuk melewati proses penyembuhan mereka. Mengingat lebih dari 80% agama di dunia tidak ada yang pro atau setuju dengan paham LGBT.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa peran orang tua terhadap pengaruh penyimpangan LGBT sangat besar. Lingkungan kampus tidak bisa disamakan dengan lingkungan SD, SMP atau SMA. Dalam dunia perkuliahan mahasiswa memiliki libertas yang tinggi. Terlepas dari dampak yang diperoleh pelaku LGBT, dukungan, pemahaman, perlindungan, dan pengarahan nilai-nilai komprehensif adalah cara di mana orang tua dapat memberikan dampak positif untuk anak mampu tumbuh menjadi individu yang baik.

Oleh: Mohammad Alan Ferli Anandra, Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang

Daftar Pustaka 

Afiyah, R. S. (2023). Fenomena LGBT beserta Dampaknya di Indonesia . Gunung Djati Conference Series, 822-831.

Ali, T. M., & Sahlepi, M. A. (2021). Sosialisasi Penyimpangan Seksual LGBT dalam Aspek Agama, HAM dan Hukum Pidana di Lingkungan Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat MAJU UDA, 133-140.

Annisa, Olivia & Indrawati, Junaidi. (2020). Peran Pemerintah dalam Menanggulangi LGBT di Kota Payakumbuh. Journal of Civic Education, 110-118.

Fadholi, H. B., Aisyah, L. K., Ramadani, I., Saputri, A. D., & Eviningrum, S. (2022). Peran Tenaga Pengajar dan Orang Tua dalam Mencegah Pengaruh Buruk LGBT terhadap Generasi Muda Sejak Dini. Proceeding of Conference on Law and Social, 777-780.

Giri, A. M., Bajari, A., & Maryani, E. (2019). LGBT di Era Digital dan Kontroversi. Communication and Information Beyond Boudaries, 93-100.

Ikhsan, M., & Riswanto, D. (2022). Intervensi Konseling REBT terhadap Pelaku LGBT di Provinsi Banten. Attractive : Innovative Education Journal, 108-114.

Kemur, S. C., Tendean, L., & Rattu, A. J. (2019). Analisis Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Seksual Penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Manado. Jurnal KESMAS, 08, 35-49.

Kurniawati, R. A., Wahyuningsih, S., & Pudyaningtyas, A. R. (2020). Penerapan Pendidikan Seksualitas Melalui Media Lagu pada Anak Usia 5-6 Tahun Guna Meningkatkan Pengetahuan Seksualitas. Jurnal Kumara Cendekia, 242-252.

Sukmawati, f., & Pratiwi, S. E. (2020). DIsorentasi Seksual dari Perspektif Psikologi dan Agama Islam: Lesbian, Gay Biseksual dan Transgender. Al-Hikmah Jurnal Dakwah, 65-78.

Syarifuddin. (2022, july 4). Dampak Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat. Diambil kembali dari sulselprov.go.id: https://sulselprov.go.id/welcome/post/dampak-teknologi-terhadap-kehidupan-sosial-masyarakat

Yanuarti, E. (2019). Pola Asuh Islami Orang Tua dalam Mencegah Timbulnya Perilaku LGBT Sejak Dini. Cendekia, 17, 57-80.

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment